fana merah jambu
Jaemin memarkirkan motornya dengan rapi di depan kos-kosan. Helmnya dilepaskan lalu di letakkan di tempat yang sudah di sediakan. Sekarang jam menunjukkan pukul 16.34, dan Jaemin sudah tidak sabar untuk bertemu belahan jiwanya, kasur.
Dia buka pintu kamarnya dan bergegas masuk ke dalam. Tas nya di lempar ke sembarang tempat dan membanting dirinya sendiri ke atas ranjang. Helaian rambutnya yang sudah hampir lima hari tidak tersentuh air dia garuk. Badannya terasa lengket dan tidak nyaman. Tapi dia mengantuk.
Jaemin membuang nafas panjang sebelum akhirnya bangun dan mendudukkan tubuhnya. Dia melihat jam yang menempel di dinding, 16.51. Dan memutuskan untuk berjalan mengambil handuk yang tersampir di belakang pintu, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
17.02. Rasa katuk yang Jaemin rasakan tadi sudah 89% menghilang. Efek dari air dingin yang mengguyur kepala sampai ujung kakinya. Karena bosan, pemuda 21 tahun itu memutuskan untuk keluar kamar. Berencana nongkrong di depan teras sambil mencari angin segar, yang mungkin masih menyempatkan diri untuk menyapanya.
17.10. Jaemin menemukan penghuni lain dari kosan ini, sekaligus teman satu kampus nya, sedang duduk manis di kursi kayu yang ada di teras. Kakinya dia bawa mendekat ke arah pemuda itu, untuk kemudian duduk di sampingnya. “Hai, Jaem” sapaan manis itu Jaemin balas dengan senyuman.
“Tumben jam segini keluar njun. Biasanya ngeramin telur di kamar.” Ucap Jaemin, dengan senyum jenaka diwajahnya. “Enak aja”
Renjun, tersenyum kecil sebelum kembali menjawab, “Tadi kata Haechan, sore ini bakal ada fenomena alam di langit. Katanya jam lima suruh keluar buat liat, tapi sampe sekarang jam–” Renjun memeriksa ponsel nya, “–17.20, belom ada apa-apa.”
“Di kibulin mungkin kamu njun.”
“Emang dasar si Haechan. Kalo sampe nanti beneran ngga ada apa-apa, awas aja.” Renjun yang sedang mengerutu terlihat lucu di mata Jaemin. Dia lihat wajah temannya itu dari samping, sangat menawan. Dan kemudian jantungnya mulai berdebar. Pandangan matanya dia alihkan ke depan, “Kayanya Haechan bener deh njun. Tuh lihat.”
Dia menunjuk ke arah langit, dan benar saja. Semburat merah jambu bercampur jingga muncul dengan malu-malu di cakrawala. “Eh iya Jaem!” Renjun memekik senang. Penantiannya selama beberapa menit rupanya terbayarkan.
“Wahh, cantik banget ya Jaemin.” Mata yang berbinar elok itu tidak lepas dari pandangan Jaemin. Hatinya serasa di remas, karena tidak tahan melihat keindahan yang ada di depan matanya. Jangan anggap ini berlebihan, bagi orang yang di landa cinta dalam diam, rasa ini cukup menyakitkan.
“Renjun”
“Hm”
“Pernah kepikiran ngga, kenapa Tuhan itu nyiptain kamu.”
Renjun tengokkan kepalanya, dia lihat Jaemin dengan pandangan bingung. Lalu kemudian tersenyum dan membuat gestur seolah-olah sedang berpikir. “Em, kayanya engga deh Jaem. Kenapa emangnya?”
“Tiba-tiba aja aku kepikiran”
“Soal alasan kamu diciptakan?”
“Bukan aku”
“Trus?”
“Tapi kamu.”
Pikiran Renjun seperti terhenti sejenak. Bingung dengan kalimat kalimat yang Jaemin lontarkan. Melihat gelagat temannya yang seperti kesusahan berpikir itu, tawa Jaemin lalu mengudara. “Aku kepikiran, apa alasan Tuhan nyiptain makhluk seindah kamu–”
Jaemin tatap mata Renjun, “–apa Tuhan ngga khawatir, kalo senja yang cantik itu bakal cemburu dan kalah saing sama makhluk ciptaannya yang sekarang ada di depan ku.”
Semburat merah jambu dan jingga di langit sepertinya berpindah tempat ke pipi gembil Renjun. Pemuda itu berusaha menahan bibirnya agar tidak kelepasan tersenyum. Pandangan matanya goyah, dia arahkan kembali ke atas. “Bisaan banget kamu Jaem. Pantes deh jadi fuccboi. “ Ucapnya sambil terkekeh.
” Fuccboi aja nih, ngga jadi yourboi. “
Renjun kembali menatapnya dengan pandangan tidak percaya, “Serius Jaem?! Ya ampun jago banget kamu bercandanya.” Ia gelengkan kepala. Kacau si Jaemin..
“Kalo ngga bercanda, kamu mau ngga di ajak serius njun?”
Sampai senja berubah menjadi gelita, sampai Renjun berhasil jadi juwita nya.
Jaemin tetap percaya, bahwa Renjun masih jauh lebih indah dari sang senja.