🌱


Jeno lihat makanan di depannya dengan tatapan mata penuh rasa prihatin. Lagi. Tumisan sayur kecambah yang hari ini disiapkan oleh penjaga kantin di kantornya. Sudah beberapa hari ini menu makanan di kafetaria selalu ada sayuran yang tidak ia sukai. Kecambah.

“Kalau kau tidak suka dengan makanan yang ada di depanmu berikan padaku.”

“Dasar babi.”

Haechan hampir tersedak. Matanya melotot menatap makhluk di depannya.

“Kau, Lee Jeno. Manusia yang tidak bisa menghargai makhluk ciptaan Tuhan lainnya.” sumpit panjang di tangan Haechan menunjuk dengan menantang di depan wajah masam Jeno. Dahinya berkerut heran, “apa maksudmu?”

“Entahlah,” kedua bahu Haechan terangkat, “aku hanya asal bicara. Sekarang berikan jatah makananmu padaku.” sungguh miris. Jeno rasa sepupunya ini benar-benar jelmaan babi.

“Ku dengar ada toko kue baru di depan kantor. Kalau kau lapar, belilah beberapa kue untuk mengganjal perutmu. Dan jangan lupa bawakan beberapa untukku.”

“Babi mengerikan.”


Jeno bukan penyuka makanan manis, tidak terlalu suka juga dengan makanan berbahan dasar tepung, tidak suka sayur, dan lebih suka makan jelly. Benar. Dia adalah seorang anak yang pemilih. Mama Lee bahkan sampai pusing dibuatnya.

“Mari silahkan. ”

Suara yang terdengar garing dan renyah menyambut kedatangan Jeno. Ia memutuskan untuk berkunjung sebentar melihat toko kue yang tadi Haechan bicarakan.

Jeno mengernyitkan alis dan dahinya. Di sini aneh. Dia tidak mencium aroma khas yang biasanya ada di toko kue. Tempat ini berbau seperti —

— aroma sayuran segar.

“Em, Tuan tampan. Ada yang bisa saya bantu?” suara renyah tadi kembali Jeno dengar. Seorang lelaki yang berdiri dengan tegap di belakang meja kasir. Tersenyum ramah ke arahnya dan.... tuan tampan... Apa dia bilang tadi?

“Ah, maaf. Apa ini toko kue?”

”???”

“Maksudku... Baunya tidak seperti toko kue.”

Penjaga toko kue tadi tersenyum semakin lebar.

“Ini memang toko kue. Tapi baunya seperti toko sayuran, kan.” katanya, sembari mengedipkan sebelah matanya.


Sudah tiga bulan toko kue beraroma seperti toko sayuran di depan kantor Jeno beroperasi. Dan selam tiga bulan ini, setiap hari, Jeno secara tiba-tiba jadi hobi makan kue.

Kring

“Mari silahkan. Ah, selamat datang tuan Jeno yang tampan.” yang disapa tersenyum, “selamat siang tuan Renjun yang manis.” dan balas Jeno tak kalah ramah.

Seperti biasa, Renjun pemilik toko kue ini terlihat begitu menyegarkan di mata Jeno. Setelan seragam yang ia kenakan hari ini benar-benar terlihat fresh. Dengan celana berwarna putih semi hijau, kaos putih semi hijau, topi putih semi kuning, dan dasi kupu-kupu hijau semi kuning.

Jeno tersenyum. Seperti kecambah

“Jeno-ssi, hari ini toko kami memiliki menu kue baru. Dan karena kau adalah customer reguler di toko ini, aku sengaja menunggu kau datang untuk mencoba menu baru spesial ini. Sebuah kehormatan yang luar biasa bukan.” ucap Renjun dengan kedua alisnya yang naik turun.

“Luar biasa. Aku sungguh merasa terhormat. Dengan senang hati, Renjun-ssi” Jeno merasa tidak sabar.

🌱

Jeno berkedip beberapa kali melihat kue kecil yang Renjun sajikan.

“Renjun-ssi, ini makanan? Bentuknya terlihat mengerikan...”

“Jaga alat mengunyah mu Jeno-ssi, aku membuat kue ini dengan segenap hati. Kau tau, jari cantik dan lentik ku bahkan sampai terluka demi membuat kue spesial ini.”

Jeno menggaruk kecil ujung hidungnya. Tapi kue kecil ini sungguh terlihat kurang meyakinkan.

Tapi kemudian Jeno tersadar. Kita mana boleh menilai sesuatu hanya dari melihat tampilan luarnya. Siapa tau rasanya memang luar biasa.

Kue sebesar buah ceri di atas piring saji itu Jeno ambil. Dengan mengucap doa dalam hati, satu butir kue kecil itu kini berada didalam mulut Jeno.

Satu kali kunyah, dua kali, tiga.....

Jeno dan Renjun saling pandang. Netra keduanya saling bertubrukan. Renjun tersenyum lebar dibarengi kikikan kecil keluar dari mulutnya. Ujung mata Jeno sedikit berkedut.

“Rasanya seperti kecambah..” ucap Jeno pelan.

Dan tawa Renjun meledak seketika.


“Ah, ahahah. Omo Jeno-ssi, maafkan aku. Aku tidak tau kau tidak begitu suka dengan kecambah. Tapi maafkan aku lagi, aku tidak bisa berhenti menangis sekarang karena...ini terlalu lucu.”

“Kau jahat sekali Renjun-ssi..” Jeno berkata dengan nada bicara yang seolah merajuk.

“Ini adalah mimpi ku sejak kecil. Aku sangat menyukai kecambah. Aku bahkan bisa memakannya setiap hari. Dan suatu saat aku bercita-cita untuk membuat kue berbahan dasar kecambah yang sangat aku sukai. Dan.....” kata demi kata, kalimat demi kalimat yang keluar dari belah bibir Renjun Jeno dengarkan dengan seksama.

Terdengar sangat menyegarkan. Apapun yang ada di diri seorang Huang Renjun semuanya sungguh menyegarkan.

Tanpa sadar, lima biji kue rasa kecambah buatan Renjun sudah berhasil Jeno makan. Rasanya tidak seburuk itu.