ʻūhā
Jaemren, bxb, ngga ada adegan eWeW nya bestiew. Tyda hawt sama sekali. Cuma ngap ngap paha ajah. + Pendek ini. Tapi tetep aja nsfw adik adik kicik jangan mampir dulu eloknya~
“Tumben mau makan di kosan. Kata kamu kalo malming wajib hukumnya buat jalan keluar?” Renjun berjalan kembali ke dalam setelah membukakan pintu, sambil tangannya terus mengusap rambutnya yang masih basah. Orang dibelakang Renjun menutup pintu dengan seulas senyum dibibir.
“Sekali-kali ah dirumah. Bosen juga keluar terus. Malam ini pengen peluk peluk kamu aja.” katanya.
Na Jaemin meletakkan paper bag yang jika disentuh dari luar masih terasa hangat. Juga aroma bumbu rempah yang menyeruak masuk ke indera penciuman dua lelaki yang ada dikamar itu. “Hmm, ayam goreng ya. Laper.”
Dengan handuk yang masih tersampir dikepala, si Maret buru-buru membuka bungkusan hangat itu. Senyumnya melebar, kala tau kekasih 32 bulannya membawa gorengan daging unggas favoritnya dari penjual ayam goreng favoritnya . Ayam Goreng Qaq Uhan
“Hum?” sebuah tanya muncul dibenak Renjun. “Kamu tumben pesen dada? Ngga mau paha?” karena Renjun tau, kekasihnya itu fans berat Upin Ipin, dan juga sama-sama menggemari paha goreng. Jadi dia merasa aneh saat tidak dia temui seonggok paha disana.
“Mau. Aku lagi pengen banget makan paha.”
“Terus, kenapa pesen nya dada?”
“Kan udah ada paha kamu.” paha Renjun diusap pelan.
Tiba-tiba seluruh badannya merinding.
Renjun lupa kalo saat ini dia hanya mengenakan kaos hadiah lomba 17an dari kampusnya dan juga celana dalam. Mampus..
Tangan Jaemin yang masih ada di pahanya bergerak teratur. Diusap, diremas, digaruk kecil dengan kuku pendeknya yang tidak terlalu tajam. Badan si kecil semakin meremang.
“Yang, boleh ya?” tanya si Leo masih sambil mengusap paha dalam Renjun.
“Paha aja kan?”
“Hu'um. Paha aja kok.”
“Oke.” aslinya Renjun mau mau aja kalo Jaemin mau lebih. Tapi ya udah sih.
“Hnggh....”
Pundak tegap orang yang saat ini sedang mukbang paha dalamnya ini Renjun remas. Na Jaemin benar-benar memakan pahanya. Bercak merah terlihat jelas di kulitnya yang pucat.
Renjun merasakan lidah panas milik Jaemin menyusuri tiap jengal pahanya. Gigitan-gigitan kecil bertubi-tubi dia rasakan.
“A— Jaem. Jangan kuat kuat eugh gigitnya—ARGH!”
Paha Renjun digigit besar. Benar-benar hampir dikunyah.
Lidah, mulut, gigi Jaemin tidak berhenti bekerja.
Lidah panas itu semakin bergerak naik hingga hampir sampai selatan milik Renjun. Lidahnya bergerak perlahan, kemudian mulutnya kembali menghisap, baru gigi-gigi Na Jaemin mengigit gemas paha mulus Huang Renjun.
Nafas Renjun terengah. Kepalanya pening. Hanya karena pahanya dimakan sang kekasih. Dan makin pening saat tiba-tiba sebuah pertanyaan yang sedari kemarin dia wanti-wanti akhirnya dia dengar.
“Renjun, kamu kemarin pergi sama Haechan pake baju apa?” suara Jaemin berubah menjadi lebih berat dari biasanya.
Dan Huang Renjun, menelan ludahnya susah payah.
‘ah, jadi gara-gara itu.’
Renjun coba tatap mata gelap lelaki yang masih memegang erat kedua kakinya. Dengan pandangan sedikit bergetar, dia coba menjawab,
“Em, itu yang, diajak Haechan.”
Alis Jaemin menyerngit, “Lho, ditanya nya apa kok jawabannya apa?”
Badan Renjun semakin bergetar, jantung berdegup makin keras. Dia teguk ludah sekali lagi.
“Iya maksudnya, Haechan yang nyuruh pake baju itu.”
“Baju apa?”
“Baju yang gede-gede itu ngga tau ah ayang Haechan yang nyuruh. Katanya lagi ngetrend.”
“Terus, celananya.”
“Pake celana panas.”
“Huh?”
“Hot pants.”
Suara Renjun melirih.
Jaemin mengurut pangkal hidungnya.
“Balik tiduran.”
“Hah?”
“Anak nakal kaya kamu ngga cukup kalo cuma dihukum kaya gini. Lepas baju sama celana kamu sekalian. Sekarang.”
Udah. Renjun mengpasrah.